Sabtu, 09 Mei 2020

MENGAPA PANCASILA MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT?

MENGAPA PANCASILA MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT?




               Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan bahan renungan yang menggugah kesadaran para pendiri negara, termasuk Soekarno ketika menggagas ide Philosophische Grondslag. Perenungan ini mengalir ke arah upaya untuk menemukan nilai-nilai filosofis yang menjadi identitas bangsa Indonesia. Perenungan yang berkembang dalam diskusi-diskusi sejak sidang BPUPKI sampai ke pengesahan Pancasila oleh PPKI, termasuk salah satu momentum untuk menemukan Pancasila sebagai sistem filsafat. Kendatipun demikian, sistem filsafat itu sendiri merupakan suatu proses yang berlangsung secara kontinu sehingga perenungan awal yang dicetuskan para pendiri negara merupakan bahan baku yang dapat dan akan terus merangsang pemikiran para pemikir berikutnya. Notonagoro, Soerjanto Poespowardoyo, Sastrapratedja termasuk segelintir pemikir yang menaruh perhatian terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat. Oleh karena itu, akan dibahas kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat dengan berbagai pemikiran para tokoh yang bertitik tolak dari teori-teori filsafat.
               Mengapa mahasiswa perlu memahami Pancasila secara filosofis? Alasannya karena mata kuliah Pancasila pada tingkat perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk berpikir secara terbuka, kritis, sistematis, komprehensif, dan mendasar sebagaimana ciri-ciri pemikiran filsafat. Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat menguasai kompetensi sebagai berikut. Bersikap inklusif, toleran dan gotong royong dalam keragaman agama dan budaya; mengembangkan karakter Pancasilais yang teraktualisasi dalam sikap jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, cinta damai, responsif dan proaktif; bertanggung jawab atas keputusan yang diambil berdasar prinsip musyawarah; memahami dan menganalisis hakikat sila-sila Pancasila, serta mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai paradigma berpikir, bersikap, dan berperilaku; mengelola hasil kerja individu dan kelompok menjadi suatu gagasan tentang Pancasila yang hidup dalam tata kehidupan Indonesia.

   A.   Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat
1. Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat

a. Apa yang dimaksudkan dengan sistem filsafat
Apakah Anda sering mendengar istilah “filsafat” diucapkan seseorang, atau
mungkin Anda sendiri seringkali mengucapkannya? Namun, apakah Anda
mengerti dan faham apa yang dimaksudkan dengan filsafat itu? Untuk itu,
coba Anda renung dan pikirkan beberapa pernyataan yang memuat istilah
“filsafat” sebagai berikut:

1) “Sebagai seorang pedagang, filsafat saya adalah meraih keuntungan
sebanyak-banyaknya”.
2) “Saya sebagai seorang prajurit TNI, filsafat saya adalah mempertahankan
tanah air Indonesia ini dari serangan musuh sampai titik darah terakhir”.
3) “Pancasila merupakan dasar filsafat negara yang mewarnai seluruh
peraturan hukum yang berlaku”.
4) “Sebagai seorang wakil rakyat, maka filsafat saya adalah bekerja untuk
membela kepentingan rakyat”.

Berdasarkan keempat pernyataan di atas, maka Anda tentu dapat
membedakan bunyi pernyataan (1), (2), (4), dan pernyataan (3). Untuk dapat
memahami perbedaan keempat pernyataan tersebut, maka perlu menyimak
beberapa pengertian filsafat berdasarkan watak dan fungsinya sebagaimana
yang dikemukakan Titus, Smith & Nolan sebagai berikut:

1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan
dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. (arti informal)
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan
dan sikap yang sangat dijunjung tinggi. (arti formal)
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. (arti komprehensif).
4) Filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata
dan konsep. (arti analisis linguistik).
5) Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat
perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. (arti
aktual-fundamental).

Berdasarkan uraian tersebut, maka pengertian filsafat dalam arti informal
itulah yang paling sering dikatakan masyarakat awam, sebagaimana
pernyataan pedagang dalam butir (1), pernyataan prajurit butir (2), dan
pernyataan wakil rakyat butir (4). Ketiga butir pernyataan tersebut termasuk
dalam kategori pengertian filsafat dalam arti informal, yakni kepercayaan atau keyakinan yang diterima secara tidak kritis.

Adapun pernyataan butir (3) merupakan suatu bentuk pernyataan filsafat
yang mengacu pada arti komprehensif. Hal ini disebabkan oleh pernyataan
“Pancasila merupakan dasar filsafat negara yang mewarnai seluruh peraturan
hukum yang berlaku” mengacu pada arti komprehensif atau menyeluruh,
yaitu seluruh peraturan yang berlaku di Indonesia harus mendasarkan diripada Pancasila. Dengan demikian, Pancasila merupakan suatu sistem
mendasar dan fundamental karena mendasari seluruh kebijakan
penyelenggaraan negara. Ketika suatu sistem bersifat mendasar dan
fundamental, maka sistem tersebut dapat dinamakan sebagai sistem filsafat.

Pengertian filsafat butir (2) suatu proses kritik terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi, lebih mengacu pada arti refleksif, yaitu sikap terbuka dan toleran dan mau melihat sesuatu dari segala sudut persoalan tanpa prasangka (Titus, Smith & Nolan, 1984: 11--12). Dalam hal ini, filsafat dapat menjadi sarana untuk berpikir lebih jauh dan mendalam daripada sekadar mengandalkan atau percaya pada opini yang ada di masyarakat. Misalnya, masyarakat awam beranggapan bahwa tenggelamnya seseorang yang sedang mandi di pantai Parangtritis dipercaya sebagai ulah Nyi Roro Kidul yang mengambilnya sebagai pasukan. Ungkapan semacam ini, dalam filsafat dikategorikan sebagai mitos, sedangkan kelahiran filsafat sejak zaman Yunani kuno justru sebagai reaksi terhadap mitos. Adagium pada zaman Yunani berbunyi, “Logos (akal) mengalahkan mitos (dongeng, legenda) yang bersifat irrasional”. Voltaire, salah seorang filsuf Perancis abad kedelapan belas pernah melontarkan adagium yang berbunyi, “Takhayul (mitos) membakar dunia, filsafat memadamkannya” (Magee, 2008: i).

Pengertian filsafat butir (4) sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan
tentang arti kata dan konsep, lebih mengacu pada upaya untuk melakukan
klarifikasi, yaitu menjelaskan arti istilah dan pemakaian bahasa dalam
berbagai bidang kehidupan (Titus, Smith & Nolan, 1984: 13). Dalam hal ini,
filsafat dapat menjadi sarana berpikir kritis untuk memahami makna suatu
ungkapan.

               Mengapa Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat? Ada beberapa alasan yang dapat ditunjukkan untuk menjawab pertanyaan tersebut. 
Pertama; dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945, Soekarno memberi judul pidatonya dengan nama Philosofische Grondslag daripada Indonesia Merdeka. Adapun pidatonya sebagai berikut:
“Paduka Tuan Ketua yang mulia, saya mengerti apa yang Ketua kehendaki! Paduka Tuan Ketua minta dasar, minta Philosofische Grondslag, atau jika kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk, Paduka Tuan Ketua yang mulia minta suatu Weltanschauung, di atas mana kita mendirikan negara Indonesia itu”. (Soekarno, 1985: 7).
               Noor Bakry menjelaskan bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil perenungan yang mendalam dari para tokoh kenegaraan Indonesia. Hasil perenungan itu semula dimaksudkan untuk merumuskan dasar negara yang akan merdeka. Selain itu, hasil perenungan tersebut merupakan suatu system filsafat karena telah memenuhi ciri-ciri berpikir kefilsafatan. Beberapa ciri berpikir kefilsafatan meliputi: (1). sistem filsafat harus bersifat koheren, artinya berhubungan satu sama lain secara runtut, tidak mengandung pernyataan yang saling bertentangan di dalamnya. Pancasila sebagai system filsafat, bagian-bagiannya tidak saling bertentangan, meskipun berbeda, bahkan saling melengkapi, dan tiap bagian mempunyai fungsi dan kedudukan tersendiri; (2). sistem filsafat harus bersifat menyeluruh, artinya mencakup segala hal dan gejala yang terdapat dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa merupakan suatu pola yang dapat mewadahi semua kehidupan dan dinamika masyarakat di Indonesia; (3). sistem filsafat harus bersifat mendasar, artinya suatu bentuk perenungan mendalam yang sampai ke inti mutlak permasalahan sehingga menemukan aspek yang sangat fundamental. Pancasila sebagai sistem filsafat dirumuskan berdasarkan inti mutlak tata kehidupan manusia menghadapi diri sendiri, sesama manusia, dan Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara; (4). Sistem filsafat bersifat spekulatif, artinya buah pikir hasil perenungan sebagai praanggapan yang menjadi titik awal yang menjadi pola dasar berdasarkan penalaran logis, serta pangkal tolak pemikiran tentang sesuatu. Pancasila sebagai dasar negara pada permulaannya merupakan buah pikir dari tokoh-tokoh kenegaraan sebagai suatu pola dasar yang kemudian dibuktikan kebenarannya melalui suatu diskusi dan dialog panjang dalam sidang BPUPKI hingga pengesahan PPKI (Bakry, 1994: 13--15).
               Pancasila sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag) nilai-nilaifilosofis yang terkandung dalam sila-sila Pancasila mendasari seluruhperaturan hukum yang berlaku di Indonesia. Artinya, nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan harus mendasari seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contoh: Undang-Undang No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal 3 ayat (a) berbunyi, ”Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan”. Undang-undang tersebut memuat sila pertama dan sila kedua yang mendasari semangat pelaksanaan untuk menolak segala bentuk pornografi yang tidak sesuai dengan nlai-nilai agama dan martabat kemanusiaan.
               Kedua, Pancasila sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila itu merupakan sesuatu yang telah ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang kemudian disepakati sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag). Weltanschauung merupakan sebuah pandangan dunia (world-view). Hal ini menyitir pengertian filsafat oleh J. A. Leighton sebagaimana dikutip The Liang Gie, ”A complete philosophy includes a worldview or a reasoned conception of the whole cosmos, and a life-view or doctrine of the values, meanings, and purposes of human life” (The Liang Gie, 1977: 8). Ajaran tentang nilai, makna, dan tujuan hidup manusia yang terpatri dalam Weltanschauung itu menyebar dalam berbagai pemikiran dan kebudayaan Bangsa Indonesia.
b. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pertama, manusia telah memperoleh kekuatan baru yang besar dalam sains dan teknologi, telah mengembangkan bermacam-macam teknik untuk memperoleh ketenteraman (security) dan kenikmatan (comfort). Akan tetapi, pada waktu yang sama manusia merasa tidak tenteram dan gelisah karena mereka tidak tahu dengan pasti makna hidup mereka dan arah harus tempuh dalam kehidupan mereka. Kedua, filsafat melalui kerjasama dengan disiplin ilmu lain memainkan peran yang sangat penting untuk membimbing manusia kepada keinginan-keinginan dan aspirasi mereka. (Titus, 1984: 24). Dengan demikian, manusia dapat memahami pentingnya peran filsafat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.






Referensi :
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. 2016. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Cetakan pertama-2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ramadhan in Trenggalek: Takjil Hunting for Iftar!

                  A month most awaited by Muslims is able to open new hopes as well. This month of Ramadan, the weather in Trenggalek shows ...