MENGIDENTIFIKASI BUDAYA YANG ADA
PADA KOMUNITAS FOTOGRAFI DI UNESA
Dosen pembimbing : Khoiri
Oleh : Silvia Andaresta
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
MENGIDENTIFIKASI BUDAYA YANG ADA
PADA KOMUNITAS FOTOGRAFI DI UNESA
A.
LATAR BELAKANG
Fotografi
saat ini menjadi sebuah kegiatan yang sudah sangat melekat pada keseharian
masyarakat. Hal itu karena kebiasaan serta tuntutan jaman yang mana sekarang
masalah potret memotret adalah kewajiban. Tidak hanya itu, fotografi juga
sekarang sedang marak digunakan bukan hanya untuk hobi, kesenangan ataupun
keisengan tetapi juga sebagai pekerjaan untuk mendapatkan pendapatan yang cukup,
sebab fotografi juga sangat kental akan biaya nya yang mahal. Semakin
professional sang fotografer maka akan semakin mahal biaya yang ditawarkan,
namun yang pasti hasilnya tidak perlu diragukan lagi. Maka dari itu banyak
muncul komunitas fotografi hampir di semua daerah, entah lingkup para pelajar sekolah,
mahasiswa maupun lingkup para pekerja. Sama hal nya dengan komunitas fotografi
yang ada di Universitas Negeri Surabaya ini, sudah 28 tahun membawahi para
mahasiswa yang hobi foto, ingin belajar cara berorganisasi, mempelajari
trik-trik fotografi, atau hanya sekedar ingin bertemu teman baru dan berbagi
cerita. Dalam komunitas fotografi Universitas Negeri Surabaya ini juga banyak
keunikan budaya serta kegiatan yang dicanangkan untuk para anggota nya dan
dibekali materi tentang fotografi yang akan dibahas lebih detail lagi pada
materi diskusi.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Menelisik
tentang bagaimana budaya yang ada di komunitas,
2.
Rutinitas dan
kebiasaan hunting ( mencari momen foto ) di komunitas fotografi,
3.
Apa saya yang
dipelajari di dalam komunitas itu sendiri.
C.
METODE
PENELITIAN
1.
Pertanyaan
a.
Bagaimana budaya
yang terbentuk dari komunitas fotografi di UNESA?
b.
Adakah
waktu-waktu khusus untuk hunting bersama anggota di komunitas?
c.
Apakah ada
jadwal khusus untuk mempelajari trik fotografi?
d.
Bagaimana dengan
kegiatan-kegiatan yang ada di komunitas ini sendiri?
e. Apakah ada problematika
yang muncul dari kebiasaan atau budaya komunitas fotografi ini sendiri?
D. ANALISIS
Sebuah
komunitas muncul ketika ada kesamaan dalam tujuan, kesenangan, ataupun
kegiatan. Sama halnya dengan komunitas fotografi yang ada di Universitas Negeri
Surabaya ini, yang dinamai AFo ( Aktivitas Fotografi ). AFo sendiri sudah
berdiri selama 28 tahun yang sekarang tengah diketuai oleh Mas Ken. Dalam wawancara
saya, dapat disimpulkan bahwa komunitas AFo dapat terbentuk karena setiap
anggotanya memiliki kesenangan yang sama, ingin belajar suatu hal yang baru mengenai
fotografi, ataupun karena ingin belajar berorganisasi, ingin mendapatkan kawan
baru, atau untuk bersenang-senang saja. Karena pada dasarnya anggota-anggota
AFo masih seorang mahasiswa dan memilih apa prioritas keseharian mereka.
Mengenai
budaya yang ada pada AFo sendiri juga sangat kental dan sudah sangat khas, saya
sempat berbagi obrolan pada beberapa anggota senior yang sudah berkecimpung
lama di dalamnya sehingga sangat mengetahui bagaimana seluk beluk AFo. Komunitas
kami sendiri sangat terikat akan lingkup fotografi entah dalam hal materi
pembelajarannya yang tidak jauh-jauh tentang seluk beluk kamera, trik foto
hingga permodelan atau dalam fisik tersebut. Apa maksud dari fisik itu sendiri?
Jadi, pada AFo sudah tersedia beberapa peralatan kamera yang bisa digunakan
oleh anggotanya sendiri ataupun dari luar anggota, yang bisa dikatakan cukup
lengkap.
Kebiasaan-kebiasaan
serta solidnya para anggota sudah menjadi budaya yang melekat pada AFo. Dari
wawancara yang saya dapat, Mas Bintang mengungkapkan bahwa sudah menjadi
kebiasaan bawasannya hampir semua anggota AFo menyandang “gelar” santai, non
formal, friendly, tidak terikat akan
suatu hal yang kaku dan bahkan kekeluargaannya sangat kental. Tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa hal tersebut sangat lekat akan keseharian anggota
komunitas fotografi UNESA ini sedari dulu. Bahkan setiap kali komunitas
mengadakan event entah pameran, lomba, ataupun workshop, sisi kurang formal
atau santainya masih terasa sekali. Bagaimana tidak? Entah kebetulan atau apa,
rata-rata anggota AFo sendiri memang sudah seperti demikian, ‘grasa-grusu’,
keakrabannya kuat, bahkan menganggap terlalu santai dan selalu disangkut
pautkan dengan kegiatan sehari-hari seperti biasa. Sudah dalam aliran darahnya.
Mas Bintang berpendapat bahwa ketika setiap anggota nya berusaha bersikap
formal, justru akan terasa canggungnya. “Namanya juga saudara, tapi tetap
berusaha menempatkan diri saja.” ungkap nya.
Bahkan
Mas Naufal berkata, “Kalau dibandingkan dengan ukm atau komunitas lain di
UNESA, rata-rata diklat untuk mahasiswa baru nya masih jauh dengan kita yang
benar-benar mengutamakan kekeluargaan, makan bareng-bareng di kertas minyak
‘kan? Bisa nambah nasi, sambal, waktu workshop juga camilannya jadi satu.” Tetapi,
bukan berarti tidak ada kata serius serta fokus pada diri setiap anggota ketika
waktu-waktu tertentu, ada saat ketika para anggota harus menempatkan diri agar
tetap formal di sebuah event-event yang dilaksanakan atau ketika mengunjungi
event dari komunitas lainnya, sebab bagaimanapun juga perilaku seorang anggota
pada sebuah komunitas sangat diperhitungkan baik dan buruknya, sopan tidaknya
hingga anggota mana yang aktif dan siapa saja yang tidak.
Dengan
kebiasaan-kebiasaan yang ada pada lingkup anggota AFo seperti demikian, mungkin
ada beberapa orang yang bertanya-tanya apakah hal semacam itu dijadikan problem
atau ditanggapi sebagai sesuatu yang biasa saja. Menurut Mas Bintang serta
anggota lainnya yang berkumpul disana saat wawancara terjadi, seharusnya
kebiasaan yang terlalu santai semacam itu dijadikan sebuah masalah yang sudah
sepatutnya diminimalisir. Karena apa? Meskipun hal itu memang sudah melekat
pada diri masing-masing anggota, budaya semacam ini akan menjadi refleksi nama
baik komunitas. Sebab, sedikit banyak pandangan dari orang lain akan
mempengaruhi gerak para anggota AFo.
Dalam
obrolan bersama Mas Ade, ketua AFo tahun 2019 ini, dia sempat bercerita bahwa banyak
kegiatan yang sudah menjadi acara rutinan untuk para anggota AFo. Untuk para
anggota muda (AM) yang biasanya baru saja mendaftar di awal tahun ajaran baru,
mereka diwajibkan untuk mengikuti diklat dasar fotografi yang mana selalu
dilaksanakan di luar kota. Materi diklatnya pun seputar lingkup potret memotret
tetapi belum begitu detail, hanya sebagai pemberi pengertian basic nya saja.
Setelah itu, baru ada materi lanjutan berupa hunting dasar yang mana khusus
untuk anggota muda yang selanjutnya akan dipamerkan. Berbeda lagi dengan
anggota senior, materi mereka berupa hunting besar yang mana sudah sedikit
rumit, yakni mereka diharuskan untuk pergi keluar kota dan hunting
budaya-budaya yang ada di dearah tersebut, yang niat awalnya memang untuk
mengangkat keunikan khas lokasi itu.
Memijak
pada bahasan rutinitas jadwal hunting bersama para anggota di waktu-waktu
tertentu yang sudah ditetapkan sejak dulu, dalam AFo sendiri sebenarnya ada
banyak jadwal kegiatan hunting ataupun materi-materi yang direncanakan dan
sudah sistematis pada rencana komunitas, tetapi kenyataannya adalah basic
setiap anggota masih seorang mahasiswa yang mana fokus prioritas pasti terbagi
di banyak macamnya. Maka dari itu, terkadang rutinitas hunting pada AFo menjadi
sulit terkontrol dan terlaksana dengan baik, sebab satu orang dengan orang lain
berbeda kesibukan dan rata-rata akan mengutamakan tugas kampus terlebih dahulu,
hal itu sudah sewajarnya terjadi di komunitas, sehingga terealisasinya hunting
bersama anggota AFo menjadi seadanya dan sesempatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar