Kamis, 12 Maret 2020


MENGIDENTIFIKASI BUDAYA YANG ADA PADA KOMUNITAS FOTOGRAFI DI UNESA











Dosen pembimbing : Khoiri
Oleh : Silvia Andaresta





FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA



MENGIDENTIFIKASI BUDAYA YANG ADA PADA KOMUNITAS FOTOGRAFI DI UNESA

A.    LATAR BELAKANG

            Fotografi saat ini menjadi sebuah kegiatan yang sudah sangat melekat pada keseharian masyarakat. Hal itu karena kebiasaan serta tuntutan jaman yang mana sekarang masalah potret memotret adalah kewajiban. Tidak hanya itu, fotografi juga sekarang sedang marak digunakan bukan hanya untuk hobi, kesenangan ataupun keisengan tetapi juga sebagai pekerjaan untuk mendapatkan pendapatan yang cukup, sebab fotografi juga sangat kental akan biaya nya yang mahal. Semakin professional sang fotografer maka akan semakin mahal biaya yang ditawarkan, namun yang pasti hasilnya tidak perlu diragukan lagi. Maka dari itu banyak muncul komunitas fotografi hampir di semua daerah, entah lingkup para pelajar sekolah, mahasiswa maupun lingkup para pekerja. Sama hal nya dengan komunitas fotografi yang ada di Universitas Negeri Surabaya ini, sudah 28 tahun membawahi para mahasiswa yang hobi foto, ingin belajar cara berorganisasi, mempelajari trik-trik fotografi, atau hanya sekedar ingin bertemu teman baru dan berbagi cerita. Dalam komunitas fotografi Universitas Negeri Surabaya ini juga banyak keunikan budaya serta kegiatan yang dicanangkan untuk para anggota nya dan dibekali materi tentang fotografi yang akan dibahas lebih detail lagi pada materi diskusi.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Menelisik tentang bagaimana budaya yang ada di komunitas,
2.      Rutinitas dan kebiasaan hunting ( mencari momen foto ) di komunitas fotografi,
3.      Apa saya yang dipelajari di dalam komunitas itu sendiri.

C.     METODE PENELITIAN
1.      Pertanyaan
a.      Bagaimana budaya yang terbentuk dari komunitas fotografi di UNESA?
b.      Adakah waktu-waktu khusus untuk hunting bersama anggota di komunitas?
c.      Apakah ada jadwal khusus untuk mempelajari trik fotografi?
d.     Bagaimana dengan kegiatan-kegiatan yang ada di komunitas ini sendiri?
e.    Apakah ada problematika yang muncul dari kebiasaan atau budaya komunitas fotografi ini sendiri?


D.    ANALISIS

                Sebuah komunitas muncul ketika ada kesamaan dalam tujuan, kesenangan, ataupun kegiatan. Sama halnya dengan komunitas fotografi yang ada di Universitas Negeri Surabaya ini, yang dinamai AFo ( Aktivitas Fotografi ). AFo sendiri sudah berdiri selama 28 tahun yang sekarang tengah diketuai oleh Mas Ken. Dalam wawancara saya, dapat disimpulkan bahwa komunitas AFo dapat terbentuk karena setiap anggotanya memiliki kesenangan yang sama, ingin belajar suatu hal yang baru mengenai fotografi, ataupun karena ingin belajar berorganisasi, ingin mendapatkan kawan baru, atau untuk bersenang-senang saja. Karena pada dasarnya anggota-anggota AFo masih seorang mahasiswa dan memilih apa prioritas keseharian mereka.

                Mengenai budaya yang ada pada AFo sendiri juga sangat kental dan sudah sangat khas, saya sempat berbagi obrolan pada beberapa anggota senior yang sudah berkecimpung lama di dalamnya sehingga sangat mengetahui bagaimana seluk beluk AFo. Komunitas kami sendiri sangat terikat akan lingkup fotografi entah dalam hal materi pembelajarannya yang tidak jauh-jauh tentang seluk beluk kamera, trik foto hingga permodelan atau dalam fisik tersebut. Apa maksud dari fisik itu sendiri? Jadi, pada AFo sudah tersedia beberapa peralatan kamera yang bisa digunakan oleh anggotanya sendiri ataupun dari luar anggota, yang bisa dikatakan cukup lengkap.

                Kebiasaan-kebiasaan serta solidnya para anggota sudah menjadi budaya yang melekat pada AFo. Dari wawancara yang saya dapat, Mas Bintang mengungkapkan bahwa sudah menjadi kebiasaan bawasannya hampir semua anggota AFo menyandang “gelar” santai, non formal, friendly, tidak terikat akan suatu hal yang kaku dan bahkan kekeluargaannya sangat kental. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa hal tersebut sangat lekat akan keseharian anggota komunitas fotografi UNESA ini sedari dulu. Bahkan setiap kali komunitas mengadakan event entah pameran, lomba, ataupun workshop, sisi kurang formal atau santainya masih terasa sekali. Bagaimana tidak? Entah kebetulan atau apa, rata-rata anggota AFo sendiri memang sudah seperti demikian, ‘grasa-grusu’, keakrabannya kuat, bahkan menganggap terlalu santai dan selalu disangkut pautkan dengan kegiatan sehari-hari seperti biasa. Sudah dalam aliran darahnya. Mas Bintang berpendapat bahwa ketika setiap anggota nya berusaha bersikap formal, justru akan terasa canggungnya. “Namanya juga saudara, tapi tetap berusaha menempatkan diri saja.” ungkap nya.

                Bahkan Mas Naufal berkata, “Kalau dibandingkan dengan ukm atau komunitas lain di UNESA, rata-rata diklat untuk mahasiswa baru nya masih jauh dengan kita yang benar-benar mengutamakan kekeluargaan, makan bareng-bareng di kertas minyak ‘kan? Bisa nambah nasi, sambal, waktu workshop juga camilannya jadi satu.” Tetapi, bukan berarti tidak ada kata serius serta fokus pada diri setiap anggota ketika waktu-waktu tertentu, ada saat ketika para anggota harus menempatkan diri agar tetap formal di sebuah event-event yang dilaksanakan atau ketika mengunjungi event dari komunitas lainnya, sebab bagaimanapun juga perilaku seorang anggota pada sebuah komunitas sangat diperhitungkan baik dan buruknya, sopan tidaknya hingga anggota mana yang aktif dan siapa saja yang tidak.




                Dengan kebiasaan-kebiasaan yang ada pada lingkup anggota AFo seperti demikian, mungkin ada beberapa orang yang bertanya-tanya apakah hal semacam itu dijadikan problem atau ditanggapi sebagai sesuatu yang biasa saja. Menurut Mas Bintang serta anggota lainnya yang berkumpul disana saat wawancara terjadi, seharusnya kebiasaan yang terlalu santai semacam itu dijadikan sebuah masalah yang sudah sepatutnya diminimalisir. Karena apa? Meskipun hal itu memang sudah melekat pada diri masing-masing anggota, budaya semacam ini akan menjadi refleksi nama baik komunitas. Sebab, sedikit banyak pandangan dari orang lain akan mempengaruhi gerak para anggota AFo.

                Dalam obrolan bersama Mas Ade, ketua AFo tahun 2019 ini, dia sempat bercerita bahwa banyak kegiatan yang sudah menjadi acara rutinan untuk para anggota AFo. Untuk para anggota muda (AM) yang biasanya baru saja mendaftar di awal tahun ajaran baru, mereka diwajibkan untuk mengikuti diklat dasar fotografi yang mana selalu dilaksanakan di luar kota. Materi diklatnya pun seputar lingkup potret memotret tetapi belum begitu detail, hanya sebagai pemberi pengertian basic nya saja. Setelah itu, baru ada materi lanjutan berupa hunting dasar yang mana khusus untuk anggota muda yang selanjutnya akan dipamerkan. Berbeda lagi dengan anggota senior, materi mereka berupa hunting besar yang mana sudah sedikit rumit, yakni mereka diharuskan untuk pergi keluar kota dan hunting budaya-budaya yang ada di dearah tersebut, yang niat awalnya memang untuk mengangkat keunikan khas lokasi itu.

                Memijak pada bahasan rutinitas jadwal hunting bersama para anggota di waktu-waktu tertentu yang sudah ditetapkan sejak dulu, dalam AFo sendiri sebenarnya ada banyak jadwal kegiatan hunting ataupun materi-materi yang direncanakan dan sudah sistematis pada rencana komunitas, tetapi kenyataannya adalah basic setiap anggota masih seorang mahasiswa yang mana fokus prioritas pasti terbagi di banyak macamnya. Maka dari itu, terkadang rutinitas hunting pada AFo menjadi sulit terkontrol dan terlaksana dengan baik, sebab satu orang dengan orang lain berbeda kesibukan dan rata-rata akan mengutamakan tugas kampus terlebih dahulu, hal itu sudah sewajarnya terjadi di komunitas, sehingga terealisasinya hunting bersama anggota AFo menjadi seadanya dan sesempatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ramadhan in Trenggalek: Takjil Hunting for Iftar!

                  A month most awaited by Muslims is able to open new hopes as well. This month of Ramadan, the weather in Trenggalek shows ...